PORTALSUMBA.COM || DENPASAR – Surat Keputusan (SK) Gubernur Bali Nomor : 929/03- I/HK/2022 tentang Penetapan Hari Arak Bali pada 29 Januari 2023 dan Surat Sekretariat Daerah Bali Nomor: B.32.003/82/Sekret/Disperindag tertanggal 19 Januari 2023 tentang “Perayaan Hari Arak Bali” yang saat ini menjadi pro dan kontra oleh para tokoh di Bali sepertinya semakin menarik ditelisik.
Baca juga:Jadwal Pasola Sumba barat daya, SBD NTT 2023
Baca juga:Lowongan kerja asisten rumah tangga terbaru
Untuk mengingakan Gubernur Bali, Wayan Koster pun Paiketan Krama Bali membuat surat terbuka kepada orang nomor satu di Bali tersebut. Surat terbuka yang ditandatangai oleh Ketua Paiketan Krama Bali, Wayan Jondra dan Sekertaris Umum Paiketan, I Made Perwira Duta ini memberikan sejumlah masukan kepada Gubernur Bali diantaranya Sebagaimana ketahui bahwa arak adalah salah satu jenis minuman keras (beralkohol) yang tidak boleh dikonsumsi tanpa pengawasan yang ketat karena jika dikonsumsi berlebihan akan sangat berbahaya bagi kesehatan seseorang/masyarakat. “Kita ketahui, ada 22 dampak buruk bagi kesehatan akibat minum alkohol/arak yang tidak boleh dianggap sepele dan bisa mengancam keselamatan nyawa seseorang dan generasi penerus Bali,”ujar Jondra.
Baca juga:PERJALANAN SPIRITUAL SRI EKO SRIYANTO GALGENDU
Baca juga:pegelaran Seni dan Budaya Untuk Bhikkhu, Girirakkhito Mahathera
Selain itu, kata mantan KPU Badung ini juga memaparkan dalam surat tersebut di negara-negara Barat dan negara-negara maju, terutama negara-negara yang cuacanya dingin, peredaran/distribusi/perdagangan dan konsumsi minuman beralkohol (termasuk jenis arak) dilakukan dengan regulasi dan pengawasan sangat-sangat ketat sehingga tidak boleh dikonsumsi secara bebas tanpa kendali. “Tujuan Pemerintah Daerah Bali untuk meningkatkan pendapatan para petani arak dan UMKM itu sangat baik dan kami dukung. Sebagaimana diatur dalam Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan atau Destilasi Khas Bali, Pemerintah Daerah Bali hendaknya membantu, memfasilitasi dan melakukan pembinaan agar kualitas produksi arak menjadi lebih baik hingga memiliki standar kualitas internasional (kualitas ekspor) dan melakukan sertifikasi kadar alkohol arak, sosialisasi secara intensif akan bahaya minuman beralkohol jika dikonsumsi secara berlebihan, melakukan pengendalian konsumsi arak dan mendesak aparat kepolisian melakukan pengawasan ketat agar arak tidak dikonsumsi secara bebas di Bali karena bertentangan dengan Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020 terutama Pasal 14 huruf “d” dan peraturan perundang-undangan yang diacu oleh Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020,”terangnya.
Baca juga:Ketua PSSi Kabupaten Simeulue, Resmi menutup Turnamen Tri pos Cap III, Kecamatan Teupah Barat!!
Baca juga:Danlanud Rsn Hadiri Peletakan Batu Pertama Pembangunan Olahraga Berkuda
Untuk bisa menembus pasar internasional (ekspor), Pemeritah Daerah Bali hendaknya meningkatkan pembinaan dan pelatihan tentang perijinan, higiens, standardisasi, packaging, branding, manajemen marketing dan ekspor di segmen pasar internasional. Jadi, arak Bali hendaknya hanya diutamakan menjadi komoditi ekspor ke negara beriklim ekstrim bukan untuk dikonsumsi masyarakat Bali secara bebas. “Bali beriklim tropis dengan cuaca panas, kurang tepat dan sangat tidak dianjurkan mengkonsumsi minuman beralkohol termasuk arak karena berbahaya bagi kesehatan terutama kesehatan pencernaan dan pembuluh darah. Selain itu, minuman keras seperti arak diharamkan oleh 6 Agama yang diakui di Indonesia. Ajaran Agama Hindu kitab Manu Smerti Bab 11 ayat 151, Manu Smerti Bab 7 ayat 47-50, Manu Smerti Bab 9 ayat 225, Rigved Book 8 hymn 2 ayat 12 dan Rigved Book 8 hymn 21 ayat 14 melarang konsumsi alcohol apalagi sampai mengganggu kesadaran/mabuk,”tegasnya.
Baca juga:Taruna AAL Korps Teknik Digembleng Lattek Manajemen Logistik
Baca juga:Terjadi Tabrakan, Anak sekolah Teladan Tabrak Emak Hingga pingsan karena ini?
Ia juga mengatakan, Kampanye terbuka untuk mengajak masyarakat membudayakan minum arak sungguh sangat berlebihan dan kurang pantas dilakukan oleh pejabat dan atau aparat pemerintah dan tokoh- tokoh masyarakat yang beragama Hindu. “Kami menilai, penetapan Hari Arak Bali pada 29 Januari 2023 adalah sesuatu yang sangat berlebihan karena akan menimbulkan image kurang baik bagi Bali sebagai Pulau Dewata yang masyarakatnya religius selain berdampak buruk bagi kualitas SDM Bali. Kami mencermati, penetapan hari Arak Bali tidak sejalan dengan Pergub No. 1 Tahun 2020, karena dapat memberi kesan adanya kampanye seolah-olah masyarakat dianjurkan untuk mengkonsumsi arak. Sementara kebiasaan minum arak di masyarakat saat ini mayoritas bukanlah minum arak untuk sehat, namun minum arak untuk bersenang-senang sampai mabuk. Berdasarkan beberapa butir sikap di atas, maka Paiketan Krama Bali menolak keras rencana penetapan Hari Arak Bali, 29 Januari 2023 karena dapat disalahartikan menjadi hari Mabuk, sehingga tidak sesuai dengan ajaran Agama Hindu yang mengajarkan untuk menjauhi perilaku minum alkohol apalagi sampai mabuk-mabukan (Mada), salah satu dari Sad Ripu (enam musuh di dalam diri manusia), alkohol/arak tergolong minuman tamasik yaitu minuman yang menimbulkan sikap malas. Arak sebaiknya dikonsumsi secara terbatas dan terkendali hanya untuk tujuan kesehatan, pengobatan (usadha), upacara/yadnya dan ekspor,”paparnya.
Baca juga:Gulai Taboh Khas Lampung, Cocok untuk Menu Keluarga di Rumah, Resepnya gampang banget, simak!!
Baca juga:Es ketan Hitam ala Chef Devina, Cocok Disantap saat Cuaca panas, ini Resepnya!!
Sementara disisi lain dari keterangan sejumlah tokoh di Bali dan akademisi di Bali mengisyaratkan dukungan untuk hari arak Bali ini. Peringatan Hari Arak Bali bertujuan untuk menghidupkan tradisi budaya Bali yang diwariskan oleh leluhur, disebutkan juga bahwa peringatan Hari Arak Bali dinilai sebagai upaya untuk memacu peningkatan kesejahteraan masyarakat Bali yang berprofesi sebagai petani dan perajin Arak Bali.
Ahli Farmasi Universitas Udayana, Prof. Dr. Drs. I Made Agus Gelgel Wirasuta, Apt, M.Si Rabu (Buda Umanis, Medangsia) 25 Januari 2023 menyebut Bali sebagai penghasil devisa pariwisata paling tinggi di Indonesia, sudah seharusnya menangkap peluang ekonomi di sektor pariwisata dengan memberdayakan potensi alam dan warisan budaya Bali yang dianugerahi berupa Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali yakni Arak Bali. “Ada 80 persen minuman ber-alkohol beredar di Bali, namun sebelum adanya Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali, minuman Arak Bali tidak boleh beredar di hotel/restaurant. Kini bersyukur minuman fermentasi ini dapat diproduksi sampai masuk hotel/restaurant setelah ditata dengan baik melalui Pergub Nomor 1/2020,” tegas Prof. Gelgel.
Untuk itu, penataan yang dilakukan terhadap minuman Arak Bali sesuai kebijakan Gubernur Bali adalah upaya untuk membangun ekonomi berbasis kerakyatan. Kalau ekonomi ini terbangun dengan gotong royong, maka penghasilan ekonomi rakyat yang berprofesi sebagai petani dan perajin arak akan meningkat. Dengan demikian, para petani dan perajin ini akan memelihara budaya destilasi-nya, dan memelihara tanaman-tanaman (Pohon Enau, Pohon Kelapa, dan Pohon Ental) yang memproduksi Arak Bali.
Petani Arak Bali akan memberikan kebanggaan terhadap Pulau Bali, ketika para wisatawan yang berlibur ke Pulau Dewata mulai mencintai Arak Bali sebagai minuman kesukaannya. Orang yang berwisata juga akan membawa cerita, bahwa wisatawan yang ke Bali tidak mencari wine, brandy, whiskey, namun ke Bali mencari Arak Bali karena cita rasanya yang khas dan enak. Nah inilah tujuannya Bapak Gubernur Bali, Wayan Koster memberikan keberpihakan terhadap minuman tradisional Arak Bali yang diwujudkan berupa Pergub Nomor 1/2020 hingga peringatan Hari Arak Bali, agar petani dan perajin Arak itu mendapat manfaat ekonomi. Bukan malah Hari Arak Bali dipelesetkan ke arah yang mengajak masyarakat untuk mabuk-mabukan,” katanya.
Baca juga:Bangkitkan semangat Babinsa Koramil 421-03 Pnh, Bergotong royong membangun Masjid
Baca juga:Apel Luar Biasa Dalam Rangka HUT Ke- 1 Koopsudnas di Lanud Rsn
Sementara Ketua Yayasan Konsumen Bali, Ketut Udi Prayudi menyampaikan nada dukungannya terhadap kebijakan Gubernur Bali, Wayan Koster dengan ditetapkannya tanggal 29 Januari sebagai Hari Arak Bali. Alasan Ketua Yayasan Konsumen Bali yang memiliki tugas mengedukasi konsumen ini mendukung peringatan Hari Arak Bali, karena Ketut Udi Prayudi melihat Gubernur Bali, Wayan Koster adalah pemimpin yang menjaga tradisi budaya Bali, salah satunya berupa minuman tradisional lokal Bali berupa Arak Bali yang kini telah ditetapkan menjadi Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia, dan telah mendapat Sertifikat Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dari Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.
Arak Bali juga diketahuinya telah mendapat ijin edar dari Badan POM RI dan pita cukai dari Kanwil Bea dan Cukai Provinsi Bali, sehingga pasti di dalam produksinya Arak Bali telah diatur sampai diawasi sesuai semangat Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali. Jadi dengan ditetapkannya tanggal 29 Januari di Bali sebagai Hari Arak Bali yang digagas oleh Gubernur Bali, Wayan Koster melalui Surat Keputusan Gubernur Bali Nomor 929/03-I/HK/2022, Saya sangat mendukung dan setuju atas gagasan tersebut. “Bapak Wayan Koster mengeluarkan keputusan ini Saya yakin didasari oleh perhitungan yang cermat. Sehingga Bapak Gubernur Bali, Saya cermati adalah seorang pemimpin yang berani mengambil resiko demi mengangkat Harkat Arak Bali yang dulu tidak mendapat perhatian, kini mendapat keberpihakan dari Gubernur Wayan Koster,” ujarnya seraya mengatakan Bapak Wayan Koster patut kita apresiasi keberaniannya yang telah melindungi petani dan perajin Arak Bali.
Lebih lanjut, Ketua Yayasan Konsumen Bali berpandangan sudah saatnya kita memberi kesempatan kepada Pemerintah Provinsi Bali untuk merealisasikan kebijakannya, termasuk memperingati Hari Arak Bali, sebagai wujud nyata untuk memberikan keberbihakan totalitas kepada Petani, Pelaku IKM/UMKM/Koperasi agar tujuan kesejahteraan tercapai.
Baca juga:Kepala Uptd Puskesms Teupah Selatan Gelar Orasi sehat terhadap pencegahan Stunting
Yayasan Konsumen Bali yang juga bertugas untuk mengawasi perdagangan, pelaku usaha, dan mengawasi hal-hal yang bersifat merugikan konsumen baik secara kesehatan dan ekonomi, dalam pandangannya lebih condong mengajak masyarakat yang kritis untuk bersuara memerangi peredaran arak gula, karena keberadaan arak gula mengancam tradisi dan kelestarian minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali dengan bahan baku lokal. Arak gula pula mengancam kesejahteraan para petani dan perajin arak, karena merugikan harga pasar. Selanjutnya, arak gula mematikan citarasa dan branding arak Bali, serta arak gula membahayakan kesehatan masyarakat, karena disebutkan di dalam destilasinya arak gula mengandung ragi dan tentu bertentangan dengan Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali.
Sedangkan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Bali, I Wayan Jarta membeberkan perkembangan positif yang dihasilkan oleh implementasi Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali.
Baca juga:Jalin Sinergitas dan Silaturrahmi Personel Lanud Rsn Olahraga Bersama
Baca juga:Polda Bali gelar apel gabungan pengamanan perayaan festival Imlek di bali
Kata, Wayan Jarta, jumlah perajin/petani Arak Bali mengalami peningkatan dari 920 KK di Tahun 2019 menjadi 1.486 KK pada Tahun 2022. Kemudian, jumlah tenaga kerja dari 1.820 orang di Tahun 2019 meningkat pesat menjadi 4.458 tenaga kerja pada Tahun 2022. “Hal ini juga diiringi oleh jumlah Koperasi yang menjadi distributor Arak Bali, dimana sampai Tahun 2022 ada sebanyak 9 Koperasi dengan jumlah varian produk/merk minuman beralkohol berbahan baku Arak Bali yang sudah dijual secara legal ditempat Tempat Penjualan Eceran mencapai 12 merk dagang di Tahun 2021, kemudian naik menjadi 32 merk dagang pada Tahun 2022,” pungkasnya.
PHDI Bali : Ingatkan Efek Panca Wenara Konyer PHDI Bali menyatakan, karena sudah diterbitkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi Dan/atau Destilasi Khas Bali tertanggal 29 Januari 2020, maka yang diperlukan adalah menjaga produksi, distribusi, konsumsi dari arak Bali tersebut dengan mengontrolnya secara baik, karena nyatanya masih cukup banyak ekses negatif di masyarakat. PHDI Bali menyarankan sebaiknya Hari Arak Bali direvisi menjadi Hari Edukasi dan Sosialisasi tentang minuman fermentasi itu, guna menekan sekecil mungkin ekses negatif yang terjadi di masyarakat. Hal itu ditegaskan Ketua PHDI Bali, Nyoman Kenak S.H dan Sekretaris PHDI Bali, Putu Wirata Dwikora, S.H, menanggapi polemik serta pro-kontra yang berkembang di media sosial dan masyarakat Bali.
Baca juga:Gelar festival Imlek Bersama dibali 2023 lancar, simak acara hari ini!!
Baca juga:Gadis umur 15 tahun dikabarkan hilang, ditemukan tekab 308 satreskrim polsek penengahan!!
Kami mendapat arahan Dharma Upapati, Paruman Pandita, juga meminta pandangan pengurus PHDI di Paruman Walaka, Pengurus Harian dari seluruh Bali. Mereka sepakat, nyatanya produksi arak/brem, merupakan warisan turun-temurun, kalau diminum secara terukur, direkomendasikan tidak menimbulkan ekses negatif. Untuk mengimbangi produk negara lain seperti : Soju di Korea, Sake di Jepang, maka branding arak-Bali untuk meningkatkan kesejahteraan petani arak/brem perlu diapresiasi. Namun, mengingat ekses negatifnya bila dikonsumsi berlebihan, sebagaimana Tutur Panca Wanara Konyer, maka yang diperlukan adalah Hari Edukasi dengan seremoni yang kreatif dan inovatif. Kalau itu dilakukan, maka akan dapat menekan ekses negatif, selain pengawasan dan penegakan hukum yang tegas, masyarakat pastilah mendukung. Yang dikhawatirkan adalah, jangan sampai perayaan hari arak disalahpahami sebagai ajang pesta minuman beralkohol, apalagi sampai mabuk-mabukan. Kita yakin, bukan itu yang dimaksudkan, karenanya kekhawatiran masyarakat dan orang-orangtua yang punya generasi muda, mesti dimaklumi dan diberi keyakinan, bahwa bukan itu yang dirayakan dengan Hari Arak Bali,’’ ujar Nyoman Kenak.
Pernyataan pers Majelis Agama Hindu di Provinsi Bali dan kabupaten/kota se-Bali itu mewanti-wanti, hal positif dan negatif dari minuman fermentasi atau beralkohol, sembari mengutip tutur dari ‘’Panca Wanara Konyer’’. PHDI sebagai majelis tertinggi umat Hindu menyatakan, secara ritual arak digunakan sebagai salah satu sarana ritual dan faktanya memang ada masyarakat Bali yang mengkonsumsi arak dalam batas-batas tertentu yang tidak merusak kesehatan memang diperbolehkan secara turun temurun, namun karena ada ekses negatif yang tidak bisa diabaikan, PHDI merasa sangat perlu memberikan pertimbangan terkait rencana pencanangan Hari Arak Bali pada 29 Januari 2023 mendatang.
Menurut Nyoman Kenak, minuman fermentasi arak Bali memang bisa memberi ekses negatif, sebagaimana tutur Panca Wanara Konyer. Bila dikonsumsi berlebihan, dan tidak ada kemampuan mengendalikan diri, tidak ada regulasi dan penegakan hukum yang ketat, ekses negatifnya sangat mungkin terjadi, katanya, sembari mengutip tutur Panca Wanara Konyer tersebut. Kenak lalu menguraikan Panca Wanara Konyer dan delapan tingkatan dampak dari minum beralkohol sebagai berikut :
Baca juga:Dua Anak Korban Percobaan Penculikan, Menggegerkan lihat yang terjadi??
Baca juga:Wakil Walikota Denpasar I Kadek Agus Arya Wibawa membuka Festival Imlek Bersama
Eka Padmasari artinya, minum satu gelas/sloki, bisa menyegarkan tubuh.
Dwi Angemertani : Minum dua gelas/sloki ini akan membangkitkan semangat.
Tri Raja Busana : Bila sudah meminum tiga gelas/sloki, wajah sang peminum mulai memerah.
Catur Kokila Basa : bila sudah minum 4 gelas/sloki, si peminum akan mulai ngelantur bicaranya, diibaratkan bagaikan cerukcuk punyah.
Panca Wanara Konyer : saat ini peminum menenggak 5 gelas/sloki, ia akan mulai berjoged-joged, bernyanyi-nyayi.
Sad Wanara Rukem : Pada tahap peminum sudah menenggak 6 gelas atau sloki, maka si peminum mulai pusing kepalanya.Sapta Ketoya Basa : Pada gelas atau sloki yang ke-7, si peminum akan mudah tersulut emosi dan gampang bertengkar.
Asta Kebo Dangkal : Peminum sudah meminum gelas atau sloki yang ke-8. Pada tingkatan ini peminum sudah mulai mabuk berat dan bisa saja tak sadarkan diri tidur ngorok.
Mengingat ekses negatif dari minum arak itu, maka pemerintah sangat penting untuk mengatur peredarannya secara ketat di masyarakat, sebagaimana diatur dalam undang-undang sampai dengan peraturan gubernur di provinsi. Tapi, dari sisi perilaku, PHDI dan pemimpin lainnya berkewajiban mengingatkan pentingnya mengontrol konsumsi, peredaran, maupun kualitas produksi yang mesti dijaga agar tidak sampai merusak kesehatan masyarakat, Dilansir dari baliwoke.