PORTALSUMBA.COM – Menkopohukam Prof. Dr. Mahfud MD, S.H., S.U. M.I.P., ingatkan sejarah pendirian sistem negara Indonesia yang menjadi pilihan para pendiri bangsa ini saat rapat BPUPKI, saat menyampaikan orasi ilmiah dalam Kuliah Umum di kampus Universitas Udayana, Selasa, (10/10/2023)
Dengan dipandu oleh moderator, Dr. I Dewa Gede Palguna, S.H., M.Hum., kuliah umum yang dihadiri oleh para Dekan, Guru Besar, Forkopimda Bali dan pimpinan Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta seluruh Bali yang meriahkan.
Pimpinan ormas dan organisasi politik, serta ribuan mahasiswa yang memenuhi Gedung Widya Sabha, di Kampus Unud. Kuliah ini menjadi momentum diskusi yang lebih banyak mengarah pada pelaksanaan Pemilu tahun 2024.
Materi yang disampaikan narasumber, Prof. Mahfud semakin mempertegas tema Kuliah Umum yaitu “Demokrasi Konstitusional dan Pemilu Bermartabat”.
Mengawali orasinya Mahfud MD menyinggung nama Universitas Udayana disamping sebagai penghormatan kepada Raja Udayana, Presiden Soekarno memberi nama Udayana sebagai singkatan dari Universitas Daya Nasional
Selanjutnya Mahfud menyampaikan sistem demokrasi yang dianut negara Indonesia sudah dipilih melalui perdebatan yang cukup lama oleh para pendahulu. Sistem demokrasi adalah suatu tuntutan bernegara, tidak ada seorangpun didunia ini tidak bernegara. Negara Indonesia sebagai organisasi negara didalam suatu bingkai kebhineka.
Menurut Prof. Mahfud, cara memilih pemimpin negara tergantung pada pengelolaan negara melalui sistem negara. Pada tahun 1950-an dilakukan survei oleh UNESCO, PBB, dan hasilnya 2/3 negara memilih bentuk demokrasi (pilihan rakyat), sisanya ada monarki, aristokrasi, dan oligarki.
Demokrasi paling sesuai dengan perkembangan negara modern. Pada 1945 Indonesia melalui sidang BPUPKI, dicari kesepakatan terhadap model negara. Saat itu ada yang mengusulkan bentuk negara monarki. namun menurut Bung Karno monarki tidak sesuai dengan aspirasi rakyat dan negara modern. Perdebatan berlangsung lama sampai akhirnya di spen atau voting.
Hasilnya 56 orang dari 62 orang memilih sistem demokrasi. Bentuk negara hasil dari perdebatan melalui voting yang memilih bentuk negara kesatuan.
Prinsip demokrasi adalah dari, oleh, dan untuk rakyat. Dalam demokrasi memiliki pembatasan kekuasaan terbagi menjadi legislatif, eksekutif, dan yudikatif dan diatur dalam konstitusi.
“Yang terpenting dalam negara demokrasi itu kekuasaan dibatasi waktu sampai 5 tahun dan wewenangnya melalui pembagian kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif,” ungkap Prof. Mahfud.
Melalui Pemilu yang demokratis dan konstitusional untuk memilih pemimpin sesuai dengan aspirasi rakyat. Pemilu harus sesuai dengan nilai-nilai, etika, dan aturan hukum, untuk menghasilkan pemilu yang demokratis.
“Standar etika berupa kode etik sehingga menjadi kewenangan DKPP, yang fungsinya mengadili secara kode etik. Sementara masalah hukum melalui Mahkamah Konstistusi. Dan untuk rakyat hendaknya mementingkan persatuan, menghindari penggunaan kampanye negatif, apalagi kampanye hitam (black campaign). Kampanye negatif tidak ada sanksi hukum seperti kampanye hitam (HOAX), namun ini bersifat manipulatif dengan menilai keburukan calon lain,” terang Mahfud.
Selanjutnya dalam sesi tanya jawab, baik dari tokoh masyarakat, maupun mahasiswa, pertanyaannya mengarah pada dinamika yang terjadi saat ini mulai dari isu penundaan Pemilu, yang sempat dikabulkan oleh pengadilan negeri, dan pada akhirnya pengadilan tinggi, dan MA menolak gugatan yang dilayangkan oleh salah satu ormas.
Dewa Palguna sebagai moderator dengan piawai memandu sesi tanya jawab dengan sesekali memberi ulasan terhadap pertanyaan yang disampaikan ke narasumber.
“Agar pemilu tidak membuat pilu maka pemilu harus bermartabat . Agar pemilu bermartabat, semua itu ada pada diri kita sendiri, salah satunya dengan mengikuti standar etik dan menghindari kampanye negatif dan kampanye hitam. Apakah kita memilih dengan tujuan uang atau memilih pemimpin yang berkualitas,” tegas Dewa Palguna